Iseng, saya membuka Gatra No.35 Tahun XVI. Wah ada topik menarik. Singapura mulai menangguk untung setelah melegalkan judi. Bahkan ring 1 pangsa pasar yang digarap adalah Indonesia. Kalangan berduit buang - buang duit untuk berjudi, harus menyebrang ke Singapura. Rupanya ada pihak yang keberatan jika devisa tidak masuk kas negara tapi kas tetangga. Maka mencuatlah wacana melokalisasi judi lalu menarik pajak yang besar. Saya mengerutkan dahi. Bukankah judi dilarang agama? Sejauh yang saya tahu, judi hanya menimbulkan penyakit keuangan. Sekedar kesenangan sesaat yang tidak bermakna. Lalu ada komentar dua orang yang membuat saya terperangah :
1.Rais Syuriah PBNU, Masdar F. Mas’udi, pemerintah membuat lokalisasi judi agar devisa tidak terbang ke negeri orang, tarif pajak tinggi, tuliskan besar - besar judi itu dosa. Saya mempertanyakan apakah karena sangkut paut devisa sehingga ia melibas dosa? Saya tidak cukup memahami.
2.Farhat Abbas, lokalisasi judi meminimalisasi judi masyarakat kelas bawah. Hahaha, saya rasa ini paham kapitalis agar judi hanya dirambah orang kaya. Mungkin dia tidak suka judi membuat masyarakat egaliter (baca:candu buang - buang duit untuk bertaruh). saya juga tidak mengerti kenapa saya berpikir seperti ini. Saya bertepuk tangan mengakui betapa hebat usul Tuan Farhat dengan mengajukan uji materiil pasal perjudian agar perjudian dilegalkan. Kabarnya, larangan judi membatasi Hak Asasi Manusia.
Periode Pak Ali Sadikin saat memerintah Jakarta (1966 -1977) membangun fasilitas umum dari hasil memajaki lokalisasi judi. Saya manggut - manggut. Duit makin jaya, dosa bukan lagi noda. Saat menulis, saya terpikir apa pendapat orang tua saya. Wakil, Ketua komisi Fatwa MUI, Prof. KH Ali Mustafa Yakub menolak dalil ushul fiqih (aqafudhararain) yaitu melokalisasi suatu penyakit berbahaya dari pada nanti tersebar.
Ambil contoh jika dalil ushul fiqih digunakan, apakah lokalisasi pelacuran membuat penyakit sifilis dapat ditahan laju penyebarannya? Saya masih bingung. Karena saya tidak setuju tapi nampaknya banyak yang setuju dengan embel - embel “demi devisa negara”. bukan hanya alasan agama melarang membangun negara dengan uang haram (pajak dari judi kan haram). Mau jadi apa bangsa kita jika mengikuti Singapura? Demi liberalisasi kah? Liberalisasi moral kah? Judi dapat memicu euforia sesaat ketika memenangkan taruhan lalu bertaruh dalam jumlah lebih besar dan tentu berkaitan dengan kejahatan sosial. Hanya menjual mimpi palsu tentang kekayaan sekaligus jalur pendek dan berbahaya agar cepat kaya.
BAGAIMANA DENGAN KOMPASIONER?
Judi menyebabkan kanker (kantong kering), himpitan utang, serangan ketidakharmonisan keluarga, gangguan finansial masyarakat dan bangsa.
Jika Pak Masdar F. Mas’udi menyetujui lokalisasi judi dengan syarat menulis judi itu dosa besar - besar, apalah bedanya dengan ayah saya yang terus mengisap rokok meskipun di bungkus rokok ada peringatan rentetan penyakit.